selamat datang di blog saya

Selamat Datang di Blog Saya!

Friday, May 16, 2025

Perpisahan

 



             "Perpisahan di ambang SMA"

Lima sahabat—Shrly,Wanda,Salsa, Shinta, dan Reni,—sedang duduk di bawah pohon besar di halaman sekolah SMP mereka. Hari ini adalah hari terakhir mereka sebelum resmi berpisah menuju SMA yang berbeda.


Selama tiga tahun, mereka melewati banyak hal bersama. Mulai dari tugas kelompok yang bikin pusing, ujian akhir, hingga kenangan lucu saat piknik sekolah. Mereka selalu saling mendukung dan menjadi tempat curhat satu sama lain.


Shrly, yang paling ceria, memecah keheningan, “Gak nyaangka ya, besok kita udah gak bakal ketemu tiap hari kayak sekarang.”


Wanda,mengangguk pelan. “Iya, aku malah takut nanti kita jadi jauh…”


Reni,mencoba tersenyum, “Tapi kan kita masih bisa berkomunikasi. Chat, video call, atau ketemu waktu liburan.”


Salsa,menarik nafas dalam, “Aku masuk SMA yang jauh berbeda, tapi aku berjanji akan tetap menjaga persahabatan kita.”


Shinta, yang paling pendiam, akhirnya membuka suara, "Perpisahan itu bukan akhir, tapi awal dari cerita baru kita. Kita tetap sahabat."


Mereka saling berpelukan erat, seakan ingin mengukir momen terakhir itu di hati mereka.


“Besok kita harus berani menghadapi dunia baru, tapi jangan lupa, selalu ada lima sahabat yang selalu mendukung,” kata Rina dengan mata berbinar.


Malam itu, mereka berjanji untuk selalu bertemu setidaknya setahun sekali, di tempat pertemuan mereka pertama kali: bawah pohon besar di halaman sekolah SMP.


Meski SMA memisahkan mereka secara fisik, persahabatan mereka tetap menyala kuat, seperti bintang yang tak pernah bersatu.







Kancil dan buaya




Kancil dan Buaya

Pada suatu hari yang cerah, seekor kancil yang cerdik berjalan-jalan di hutan. Ia sangat lapar, namun tidak menemukan makanan di sekitarnya. Di seberang sungai, tampak ladang yang penuh dengan buah-buahan segar dan sayuran lezat. Namun, untuk sampai ke sana, ia harus menyewa sungai yang dipenuhi buaya.


Kancil pun duduk sejenak dan berpikir. Tiba-tiba, ia mendapatkan ide cemerlang.


Ia berteriak ke arah sungai, "Hai buaya! Aku membawa kabar baik untuk kalian!"


Seekor mendekati buaya dengan rasa penasaran. “Kabar baik apa itu, Kancil?”


Kancil tersenyum, "Raja hutan ingin mengundang semua buaya ke pesta besar. Tapi sebelum itu, ia ingin tahu berapa jumlah buaya yang tinggal di sungai ini."


Buaya itu terkejut dan senang. "Wah, pesta? Tentu kami ingin ikut! Tapi bagaimana cara sang raja menghitung kami?"


Kancil berkata, "Mudah saja. Kalian harus menjaga dari tepi sungai ini sampai ke seberang. Aku akan melompat ke atas punggung kalian satu per satu sambil menghitung."


Tanpa curiga, buaya pun segera memburuk. Kancil mulai melompat dari satu buaya ke buaya lainnya, sambil menghitung keras-keras, "Satu... dua... tiga... empat..."


Akhirnya, kancil pun sampai di seberang sungai dengan selamat. Ia melompat ke darat dan tertawa kecil. "Terima kasih, buaya-buaya! Aku tidak benar-benar ingin menghitung kalian. Aku hanya ingin melintasi sungai tanpa dimakan!"


Buaya-buaya merasa tertipu, tapi tak bisa berbuat apa-apa karena kancil sudah jauh di ladang.

Legenda nyilor kidol



Cerita tentang Nyilor Kidol merupakan bagian dari folklor masyarakat Jawa, terutama di wilayah pesisir selatan Pulau Jawa. Tokoh ini sering dikaitkan dengan dunia mistis dan legenda rakyat, meskipun tidak sepopuler tokoh seperti Nyi Roro Kidul, Ratu Pantai Selatan. Namun, dalam beberapa versi lokal, Nyilor Kidol bisa merupakan salah satu tokoh penunggu laut selatan atau bahkan variasi lokal dari Nyi Roro Kidul.


Berikut ini adalah versi cerita rakyat yang sering dikaitkan dengan nama Nyilor Kidol:


Legenda Nyilor Kidol

Dahulu kala, di sebuah desa pesisir di selatan Jawa, hiduplah seorang wanita cantik bernama Nyilor. Ia dikenal karena kecantikannya yang luar biasa serta kebijaksanaannya dalam memimpin masyarakat. Banyak pemuda yang ingin meminangnya, namun Nyilor selalu menolak lamaran mereka karena ia merasa memiliki takdir yang berbeda.


Suatu hari, desa itu dilanda kemarau panjang dan badai laut besar. Akibat laut menghilang, dan masyarakat menjadi miskin. Dalam kondisi yang genting itu, Nyilor bermeditasi di tepi pantai dan mendapatkan bisikan gaib bahwa untuk menyelamatkan desanya, ia harus mengorbankan dirinya ke laut selatan.


Dengan rela, Nyilor berjalan di laut dan menghilang di balik ombak besar. Setelah peristiwa itu, laut kembali tenang, dan keberkahan kembali mendekati desa.


Namun masyarakat percaya bahwa roh Nyilor menjadi penunggu laut selatan, menjaga keseimbangan antara darat dan laut. Ia disebut Nyilor Kidol (“Kidol” dalam bahasa Jawa artinya “selatan”), dan menjadi makhluk gaib yang dihormati oleh masyarakat setempat. Kadang-kadang, orang-orang yang tidak menghormati laut atau jalur adat bisa mengalami kejadian mistis yang dikaitkan dengan murka Nyilor Kidol.

Maling kundang



Cerita Malin Kundang adalah salah satu legenda rakyat yang sangat terkenal di Indonesia, khususnya dari daerah Sumatera Barat. Kisah ini mengandung pesan moral tentang pentingnya berbakti kepada orang tua, terutama ibu. Berikut adalah ringkasan cerita Malin Kundang:


Malin Kundang

Dahulu kala, hiduplah seorang janda miskin bernama Mande Rubayah yang tinggal bersama anak laki-lakinya, Malin Kundang, di sebuah desa kecil di pesisir pantai Sumatera Barat.


Malin adalah anak yang rajin dan baik, namun karena kemiskinan yang melanda, ia memutuskan untuk merantau mencari penghidupan yang lebih baik. Sang ibu awalnya enggan mengecewakan Malin, namun akhirnya merelakannya sambil berdoa agar anaknya selamat dan berhasil.


Tahun demi tahun berlalu. Malin tidak pernah kembali, tetapi ia berhasil menjadi saudagar kaya raya. Ia bahkan menikah dengan seorang perempuan bangsawan yang cantik dari negeri seberang.


Suatu hari, kapal besar Malin Kundang berlabuh di dekat kampung halamannya. Mande Rubayah mendengar kabar itu dan sangat gembira. Ia datang ke pelabuhan untuk bertemu anak-anak yang telah lama dirindukan.


Namun saat sang ibu menyambutnya dengan penuh kasih, Malin Kundang justru tidak mengakui ibunya. Ia malu mengakui ibu yang miskin di hadapan istri dan para anak buahnya. Ia bahkan mengusir Mande Rubayah dengan kasar.


Dengan hati yang hancur, sang ibu pun menangis dan mengangkat tangan ke langit sambil berkata:


"Ya Tuhan, jika benar dia anakku, Malin Kundang, maka kutuklah dia menjadi batu!"


Tak lama setelah kapal Malin Kundang berlayar kembali, badai besar datang menghantam kapalnya. Petir menyambar, ombak menggulung, dan tubuh Malin Kundang tiba-tiba menjadi kaku dan perlahan berubah menjadi batu.


Hingga saat ini, masyarakat setempat percaya bahwa ada batu di Pantai Air Manis yang menyerupai sosok manusia bersujud, yang diyakini sebagai Malin Kundang yang dikutuk oleh ibunya.

Perpisahan

               "Perpisahan di ambang SMA" Lima sahabat—Shrly,Wanda,Salsa, Shinta, dan Reni,—sedang duduk di bawah pohon besar di h...